Cuti hamil atau melahirkan merupakan hak pekerja perempuan yang diatur secara resmi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Meski perusahaan berhak menentukan kebijakan secara rinci dalam perjanjian kerja, namun tetap tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Aturan Cuti Hamil atau Melahirkan Sesuai UU
Aturan mengenai cuti hamil atau melahirkan tertuang dalam Pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003 Ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi sebagai berikut:
“Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan”
Selain itu disebutkan juga dalam Pasal 84 UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa “Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat hamil dan melahirkan berhak mendapat upah penuh.”
Jadi, total lama aturan cuti melahirkan adalah 3 bulan. Lamanya cuti dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan. Jika pekerja mendapat rekomendasi dari dokter atau bidan untuk istirahat lebih lama karena kondisi kesehatannya maka pekerja berhak untuk memperpanjang cuti hamil atau melahirkannya. Perlu digaris bawahi juga bahwa pekerja yang melakukan cuti hamil atau melahirkan masih berhak atas upah penuh dari perusahaan. Sementara berkaitan dengan cuti tahunan tidak ada peraturan yang menyebutkan secara langsung, namun pada umumnya pekerja yang menggunakan cuti hamil atau melahirkan tetap mendapatkan cuti tahunan.
2. Kapan Cuti Hamil atau Melahirkan Diambil
Waktu yang tepat untuk mengambil cuti hamil atau melahirkan bergantung pada keadaan individu dan sesuai dengan rekomendasi dokter atau bidan. Meski demikian, dalam UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, pekerja yang sedang hamil berhak mengambil cuti hamil selama 1,5 bulan sebelum melahirkan, atau setara saat menginjak 36 minggu usia kehamilan. Pada praktiknya, perusahaan menerapkan kebebasan kapan cuti hamil atau melahirkan akan diambil sepanjang jangka waktunya adalah 3 bulan.
3. Prosedur Pengajuan Cuti Hamil atau Melahirkan
Pada dasarnya prosedur pengajuan cuti hamil atau melahirkan diatur sesuai dengan ketentuan internal perusahaan. Pada umumnya pekerja harus menginformasikan kepada atasan dan HRD nya untuk pengajuan cuti beberapa waktu sebelum melahirkan mengingat durasi cuti yang akan diambil cukup lama. Kemudian, atasan dan HRD melakukan pengesahan tanpa mempersulit prosesnya.
4. Aturan Cuti Untuk Kelahiran Prematur
Jika terjadi kelahiran yang lebih cepat dari perkiraan dan pekerja belum sempat mengurus hak cuti melahirkannya, maka perlu dibuat aturan yang lebih dari ketentuan normatif, atau menyepakati pergeseran waktu dari masa cuti hamil ke masa cuti melahirkan. Perlu diingat juga bahwa akumulasi waktu cuti tetap 3 bulan atau kurang lebih 90 hari kalender dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama.
5. Hak Cuti Untuk Pekerja yang Istrinya Melahirkan
Pekerja yang istrinya melahirkan atau keguguran berhak atas cuti ayah selama 2 hari dengan upah dibayarkan penuh. Hal ini tertuang dalam Pasal 93 ayat (2) huruf C dan ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 yang menerangkan bahwa pengusaha wajib membayar upah penuh untuk 2 hari apabila pekerja tidak masuk bekerja karena istri melahirkan atau keguguran.
6. Langkah Hukum Jika Tidak Mendapat Cuti Melahirkan
Apabila perusahaan tidak memberikan cuti melahirkan selama 3 bulan maka hal tersebut merupakan pelanggaran hukum dari Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Peraturan perusahaan pada dasarnya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila bertentangan maka yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelesaian perkara ini dapat ditempuh secara bipartit dengan mengajukan keberatan atau perundingan kepada perusahaan secara musyawarah mufakat. Apabila gagal, maka dapat diambil langkah tripartit, dengan melibatkan mediator dari Dinas Ketenagakerjaan. Dan jika tetap tidak memberikan penyelesaian maka dapat dilakukan gugatan perselisihan hak kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
7. Aturan Cuti di Sektor Informal
Pekerja yang beroperasi di sektor informal atau memiliki status sebagai pekerja lepas, selama memiliki ikatan kerja dengan pengusaha, individu, kemitraan, atau entitas hukum yang menjalankan suatu perusahaan (sesuai dengan definisi pengusaha dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan), berhak mendapatkan cuti hamil dan melahirkan. Hubungan kerja ini berdasarkan pada perjanjian kerja yang mencakup unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian, berbagai ketentuan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan berlaku bagi mereka.
8. Bagaimana Mengelola Cuti Karyawan dengan Mudah
Kelola cuti karyawan dengan mudah dari mana saja dan kapan saja dengan Hrdpintar.
Hrdpintar merupakan software pengelolaan karyawan mulai dari database, absensi, KPI, reimbursement, kasbon, hingga penggajian dan PPh 21 dalam satu sistem berbasis cloud dan terintegrasi dengan Android dan iOS.
Dengan Hrdpintar, karyawan dapat dengan mudah melakukan pengajuan cuti melalui ponsel. Selain itu, sisa cuti juga bisa dipantau oleh karyawan sendiri dimana saja dan kapan saja tanpa perlu bertanya kepada HRD atau atasannya. Histori pengambilan cuti terekam secara online beserta sisa saldo cuti semakin memudahkan HRD maupun pemilik bisnis dalam mengelola cuti karyawan.
Selengkapnya kunjungi kami di sini.